Beranda | Artikel
Menafsirkan Al-Quran dengan Ijtihad
20 jam lalu

Menafsirkan Al-Qur’an dengan Ijtihad adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Muqaddimah Tafsir. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Emha Hasan Nasrullah, M.A. pada Sabtu, 13 Rabiul Awwal 1447 H / 6 September 2025 M.

Kajian Islam Tentang Menafsirkan Al-Qur’an dengan Ijtihad

Berbicara tentang tafsir Al-Qur’an dengan ar-ra’yu wal ijtihad, hukum asalnya adalah boleh apabila dilandasi dengan ilmu. Menafsirkan Al-Qur’an dengan ijtihad atau pendapat pribadi tidak boleh dilakukan bagi orang yang tidak memiliki ilmu. Namun, bagi yang berilmu, khususnya dalam bidang tafsir, maka diperbolehkan berijtihad apabila tidak menemukan dalil yang jelas dari Al-Qur’an, hadits, maupun perkataan sahabat.

Ijtihad juga dilakukan oleh para sahabat radhiallahu ‘anhum ajma’in. Di antaranya adalah Abu Bakar As-Siddiq Radhiallahu ‘Anhu ketika ditanya tentang al-kalalah.

Al-kalalah adalah orang yang tidak memiliki ushul (garis keturunan ke atas seperti ayah, ibu, kakek, nenek) dan tidak memiliki furu’ (garis keturunan ke bawah seperti anak laki-laki, anak perempuan, cucu), melainkan hanya memiliki hawasiy (saudara kandung, kakak, adik, dan sejenisnya).

Ketika Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu ditanya tentang al-kalalah, beliau berkata:

أقول فيها برأيي، فإن يك صوابا فمن الله وإن يك خطأ فمني ومن الشيطان

“Aku berbicara tentang hal itu dengan pendapatku. Jika benar, maka itu datang dari Allah. Jika salah, maka itu dariku dan dari setan.”

Inilah bentuk ijtihad yang terpuji (ijtihad mahmud), karena beliau adalah orang yang berilmu dan paling memahami syariat.

Sehingga ketika beliau berijtihad, beliau adalah seorang mujtahid. Hal ini juga berlaku bagi para sahabat radhiallahu ‘anhum. Ketika mereka tidak mengetahui, mereka mengatakan tidak tahu. Namun, ketika mereka berijtihad sesuai kapasitas ilmu yang dimiliki, maka mereka adalah orang-orang yang berhak untuk berijtihad.

Dengan demikian, dibolehkan menafsirkan sesuatu dengan pendapat yang dilandasi ilmu.

Adapun jenis yang kedua adalah menafsirkan Al-Qur’an dengan pendapat yang tidak dilandasi ilmu, melainkan hawa nafsu. Maka hukumnya adalah haram. Inilah yang dicela oleh salafush shalih. Ketika para salafush shalih mencela penafsiran Al-Qur’an dengan pendapat, maksudnya adalah menafsirkan tanpa ilmu.

Sedangkan seseorang yang menafsirkan Al-Qur’an dengan ijtihad dan dilandasi ilmu, tidak termasuk dalam celaan tersebut. Jadi, yang dicela adalah orang-orang yang berijtihad padahal bukan termasuk ahlul ijtihad.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Allah mengharamkan segala perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan melampaui batas tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu, dan berbicara tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui.`” (QS. Al-A’raf [7]: 33)

Dan ketika berbicara tentang Allah ‘Azza wa Jalla, termasuk berbicara tentang Al-Qur’anul Karim dan tafsir. Artinya menafsirkan Al-Qur’an tanpa ilmu termasuk dosa besar. Bahkan dijelaskan dalam ayat, hal ini disebut setelah masalah syirik. Ini menunjukkan bahwa berbicara tanpa ilmu, terutama terkait tafsir Al-Qur’an, adalah perkara yang tercela.

Sebagian ulama menjelaskan bahwa sebabnya kembali pada dua hal. Pertama, seseorang sudah memiliki keyakinan, pendapat, atau pemikiran, kemudian ingin menyeret ayat Al-Qur’an agar sesuai dengan pendapatnya. Ia menafikan sesuatu yang ada dalam Al-Qur’an atau memasukkan pemikiran menyimpang ke dalam makna ayat yang sebenarnya sama sekali tidak ada di dalam Al-Qur’an.

Contohnya, ketika seseorang mengingkari bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala kelak bisa dilihat di hari akhirat. Maka ketika membaca ayat-ayat tentang melihat Allah, mereka menafsirkannya sesuai keinginan.

Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan yang penuh manfaat ini..

Download MP3 Kajian

Mari turut membagikan link download kajian “Menafsirkan Al-Qur’an dengan Ijtihad” yang penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.

Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com

Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55545-menafsirkan-al-quran-dengan-ijtihad/